Nama : Anita Yuliani
NPM : 10210895
Kelas : 4EA05
Formalin saat ini telah
menjadi suatu fenomena yang menarik. Bagaimana tidak, hampir setiap hari baik
di media cetak maupun elektronik masyarakat Aceh disuguhi dengan isu tentang penyalahgunaan zat kimia berbahaya tersebut.
Awalnya formalin ini
hanya digunakan sebatas untuk kepentingan laboratorium terutama untuk bahan
pengawetan hewan dan tumbuhan dalam skala lab disamping sering digunakan untuk
pengawetan mayat. Namun kini para produsen makanan di Aceh menggunakan formalin
sebagai zat aditif, yaitu suatu zat yang sengaja ditambahkan pada makanan
dengan maksud untuk mengawetkan dan membuat kenyal berbagai macam produk
mereka, terutama pada produk yang dihasilkan oleh industri rumah tangga
dikarenakan mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai
POM setempat. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mie
basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya.
Yang menjadi pertanyaan
adalah mengapa hal ini bisa terjadi di Aceh? Apa alasan para produsen makanan
menggunakan zat kimia berbahaya ini kedalam produk mereka? Sebagaimana kita
ketahui penambahan formalin dalam makanan ditujukan dengan maksud agar makanan
yang dihasilkan bisa bertahan lama. Tahu, bakso dan mie basah bila tidak ditambahkan
pengawet hanya bisa bertahan paling lama sampai 40 jam atau 2 hari, sementara
kalau makanan tersebut ditambahkan pengawet bisa bertahan cukup lama atau awet
hingga 3 atau 4 hari. Jadi secara ekonomi akan menguntungkan, karena bila dalam
waktu 2 hari tidak laku terjual, makanan tersebut masih bisa bertahan.
Sementara pihak konsumen yang masih belum bisa mengenali dengan pasti produk
makanan mana yang mengandung formalin cenderung berperilaku asal pilih dalam
membeli, apalagi bila tergiur dengan harganya yang murah maka mereka tidak lagi
mengindahkan segi kualitas dari makanan tersebut. Hal inilah yang menjadi
faktor utama masih banyaknya penggunaan formalin dalam berbagai produk makanan
di Aceh. Sementara alasan para produsen memilih formalin sebagai bahan pengawet
makanan adalah karena selain bisa membuat awet juga bisa membuat makanan
tersebut lebih kenyal dan tidak lembek. Harganya yang lebih murah dan
penggunaannya yang lebih praktis dibandingkan dengan bahan pengawet yang
lainnya menjadi penyebab para produsen lebih tertarik menggunakan bahan kimia
yang satu ini.
Formalin merupakan bahan
berbahaya yang dapat mengancam kesehatan tubuh. Dilihat dari struktur kimianya,
formalin memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein,
sehingga di dalam tubuh manusia formalin akan menyerang organ tubuh yang banyak
mengandung protein, seperti pada lambung.
Terlebih, bila formalin yang
masuk ke tubuh itu memiliki dosis tinggi. Gejala yang biasa
timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah,
mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan peredaran
darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi
(kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah darah)
yang berakhir dengan kematian.
Mengkonsumsi makanan
yang mengandung formalin memang tidak akan menimbulkan efek dalam waktu yang
singkat karena kadar formalin yang biasa digunakan dalam makanan cenderung
rendah. Namun, apabila makanan berformalin tersebut terus menerus dikonsumsi,
tanpa disadari manusia telah menumpuk zat berbahaya tersebut di dalam tubuhnya
yang dapat menjadi bibit pencetus berbagai macam penyakit seperti infeksi
ginjal, kanker, kecerdasan anak dan penyakit degeneratif lainnya.
Usaha yang paling mendasar yang
dapat dilakukan untuk menanggulangi penggunaan formalin dalam makanan di Aceh
adalah dengan memberdayakan masyarakat selaku sasaran primer dari promosi
kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara kegiatan penyuluhan kesehatan
yang bertujuan untuk mendidik masyarakat Aceh agar tidak memproduksi dan
mengonsumsi makanan yang mengandung bahan tersebut. Materi yang diberikan dalam
kegiatan penyuluhan ini dapat berupa informasi mengenai bahaya penggunaaan
formalin bagi kesehatan masyarakat, cara mengenali produk makanan yang
mengandung formalin, manfaat yang dapat dirasakan konsumen dari berperilaku
memilih makanan sesuai dengan kualitasnya, bukan dari harga dan penampilan
luarnya saja, serta keuntungan yang dapat diperoleh produsen yang memproduksi
makanan tanpa formalin (seperti reputasi industrinya di mata masyarakat).
Pengetahuan ini diberikan dengan harapan agar masyarakat Aceh tau dan mampu
mengubah perilaku buruknya.
Kesimpulan kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Formalin merupakan bahan kimia beracun
serta dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan makanan (additive food).
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat Aceh tentang bahaya formalin
bagi kesehatan, keinginan para produsen makanan untuk meraih keuntungan tanpa
mengindahkan kesehatan konsumennya, harga formalin yang murah dan praktis dalam
penggunaannya, ciri-ciri produk makanan berformalin yang belum lazim diketahui
masyarakat, serta perilaku konsumen yang kurang mengindahkan segi kualitas
dalam memilih makanan menjadi penyebab maraknya kasus penggunaan formalin dalam
produk makanan di Aceh.
3. Pemberdayaan masyarakat, dukungan sosial serta advokasi
terhadap pemerintah dapat dijadikan solusi dalam mengatasi masalah
penyalahgunaan formalin oleh produsen makanan di Aceh.
Untuk saran dalam kasus ini adalah :
Dalam mengatasi maraknya kasus
penggunaan formalin pada makanan di Aceh dibutuhkan kerja sama dari berbagai
pihak. Dari pemerintah sebaiknya lebih gencar lagi dalam meningkatkan
pengetahuan masyarakat Aceh mengenai bahaya formalin bagi kesehatan dan cara
mengenali produk makanan yang mengandung formalin. Tidak hanya melalui
penyuluhan, tetapi dapat juga menggunakan media yang menarik perhatian
masyarakat Aceh untuk mengetahui informasi tersebut. Selain itu, pemerintah juga
harus lebih ketat dalam mengawasi berbagai macam produk makanan yang beredar di
pasaran serta lebih tegas dalam menindak pihak yang terbukti menyalahgunakan
formalin. Sehingga mereka menjadi jera untuk menggunakan formalin lagi di dalam
produknya.
Untuk dampak yang lebih positif
lagi, sebaiknya para ilmuwan kimia di Aceh dapat melakukan penelitian guna
menemukan bahan pengawet makanan yang tidak berisiko bagi kesehatan manusia
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang biayanya lebih murah dan
kemampuannya pengawetnya sama seperti formalin. Dengan demikian, diharapkan
penggunaan formalin dalam makanan di Aceh dapat benar-benar teratasi.
Sumber :
Anonim, Formalin Bukan Formalitas, www.ciptapangan.com, 2006.
Oktaviandi, Wahyu., dkk, Food and Agriculture, http://www.elisa1.ugm.ac.id,
Makanan,www.ftpunisri.blogspot.com, 2007.
www.flobamor.com, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar