Setiap organisasi bertanggungjawab untuk berusaha mengembangkan suatu perilaku organisasi yang mencerminkan kejujuran dan etika yang dikomunikasikan secara tertulis dan dapat dijadikan pegangan oleh seluruh pegawai. Kultur tersebut harus memiliki akar dan memiliki nilai-nilai luhur yang menjadi dasar bagi etika pengelolaan suatu organisasi atau suatu entitas. Dalam intansi pemerintah misalnya BPKP telah menghimpun nilai-nilai luhur dari seluruh lapisan karyawan BPKP yang harus selalu dijadikan pedoman
dalam segala kegiatan yang dilakukan yaitu:
- Profesionalisme,
- Kerjasama
- Keserasian,keselarasan dan keseimbangan
- Kesejahteraan
Berkaitan dengan itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dengan SK Nomor 5/KEP/M.PAN/4/2002 tanggal 25 April 2002 telah menentapkan 17 pasang nilai-nilai dasar budaya kerja bagi aparatur negara yaitu :
1 Komitmen & Kosisten
2 Wewenang & tanggungjawab
3 Keikhlasan & Kejujuran
4 Integritas & Profesionalisme
5 Kreatifitas & Kepekaan
6 Kepemimpinan & Keteladanan
7 Kebersamaan & Dinamika kelompok kerja
8 Ketepatan & Kecepatan
9 Rasionalitas dan Kecerdasan Emosi
10.Keteguhan & Ketegasan
11 Disiplin & Keteraturan kerja
12 Keberaniab & Kearifan
13 Dedikasi & Loyalitas
14 Semangat & Motivasi
15 Ketekunan & Kesabaran
16 Keadilan & Keterbukaan
17 Penguasaan ilmu Pengetahuan &
teknologi
1. Komitmen dari Top Manajemen Dalam Organisasi
Manajemen harus memberikan tauladan dan kemauan yang kuat untuk membangun suatu kultur yang kuat dalam organisasi yang dipimpinnya. Peranan moral/kepribadian yang baik dari seorang pimpinan dan komitmennya yang kuat sangat mendorong tegaknya suatu etika prilaku dalam suatu organisasi dan dapat dijadikan dasar bertindak dan suri tauladan bagi seluruh pegawai. Pimpinan tidak bisa menginginkan suatu etika dan perilaku yang tinggi dari suatu organisasi sementara pimpinan itu sendiri tidak sungguh-sungguh untuk mewujudkannya.
Dalam suatu unit organisa Dalam suatu unit organisasi, terutama unit organisasi yang besar, dari manajemen sangat dibutuhkan dua hal yaitu komitmen moral dan keterbukaan dalam komunikasi. Kedua hal tersebut dapat mewujudkan harapan munculnya etika perilaku yang kuat, karena banyak pegawai yang tidak menyukai perbuatan pimpinan yang kurang bermoral dan kurang terbuka dalam berkomunikasi. Manajemen harus 3 memperlihatkan kepada karyawan tentang adanya kesesuain antara kata dengan perbuatan dan tidak memberikan tolerensi terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah etika organisasi
yaitu dengan diberikan sanksi hukuman yang jelas dan demikian pula sebaliknya terhadap pegawai yang berprestasi dan bermoral baik diberikan penghargaan yang proporsional.
Adanya pelaksanaan hukuman dan penghargaan yang konsisten akan memberikan nilai tambah bagi terciptanya suatu etika perilaku dan struktur organisasi yang kuat. Pegawai akan merasakan diperlakukan secara adil dan merasa bersyukur atas posisi yang diraihnya bilamana etika organsasi dapat ditegakan secara konsisten oleh manajemen. Pimpinan hendaknya menjadi sponsor utama dalam upaya terciptanya semangat anti kecurangan yaitu dengan membangun suatu kultur organisasi yang mengandung sistem nilai yang kuat dan berdasarkan profesionalisme, integritas, kejujuran dan loyalitas yang tinggi untuk mewujudkan visi dan misi organisasi Kultur dan etika perilaku organisasi yang dimiliki harus dapat mencerminkan nilai utama dari organisasi ( misi organisasi ) dan tuntunan bagi pegawai dalam membuat keputusan sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki dalam bekerja.
Untuk lebih efektifnya etika dan aturan perilaku dalam suatu organisasi harus dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan dimengerti dengan baik. Secara bersama-sama manajemen dan karyawan harus membangun suatu hal yang positif untuk berkembangnya rasa memiliki akan suatu organisasi yang sehat yang ditopang oleh kultur yang kuat. Manajemen harus membuat pernyataan yang jelas mengenai harapannya terhadap semua pegawai, bagaimana harusnya bertingkah laku dan pemahaman terhadap visi dan misi organisasi. Pimpinan organisasi harus menunjuk salah satu manajer senior untuk bertanggungjawab atas perubahan yang akan dilakukan.
Dan manager tersebut akan berbicara atas nama 4pimpinan mengenai permasalahan yang berkaitan dengan etika dan aturan perilaku . Manajer ini tidak melakukan kegiatan operasional di bagian lain organisasi dan bukan sebagai bagian dari pengambil keputusan. Akhirnya suatu etika dan aturan perilaku bisa merupakan buku pegangan atau buku petunjuk kebijakan atau dalam bentuk nama lain nya tergantung jenis organisasinya.
2. Membangun Lingkungan Organisasi Yang Kondusif
Banyak hasil penelitian memberikan indikasi perbuatan salah atau perbuatan curang seperti tindak pidana korupsi terjadi dalam suatu organisasi karena kurangnya kepedulian positif karyawan terhadap perbuatan salah tersebut bahkan dipandang sudah hal yang biasa atau pura-pura tidak mengetahuinya. Kepedulian positif dari lingkungan kerja sangat diperlukan dalam membangun suatu etika perilaku dan kultur oganisasi yang kuat. Rendahnya kepedulian dan rendahnya moral akan menyuburkan tindakan kecurangan yang pada akhirnya akan merusak bahkan dapat menghancurkan organisasi.
Faktor-faktor ketidak pedulian tersebut antara lain disebabkan oleh :
a. Top manajemen kurang peduli tentang hukuman dan penghargaan
b. Umpan balik yang negatif yang dirasakan oleh pegawai yang bermoral atau bermental baik dan penempatan kerja yang tidak adil atau tidak berbasis kinerja dan tidak sesuai dengan kemampuan pegawai.
c. Berkembangnya rasa ketidak pedulian akan organisasi
d. Pimpinan lebih bersifat otoriter dan kurang menghargai partisipasi karyawan
e. Rendahnya loyalitas dan rasa memiliki organisasi
f. Anggaran yang tidak rasional dan adanya pemaksaan pencapaian terget yang tidak rasional tersebut. 5
g. Kurangnya pelatihan pegawai dan kurangnya kesempatan promosi
h. Tidak jelasnya pertanggungjawaban organisasi
i. Kurangnya komunikasi dan metode kerja organisasi yang tidak jelas
Bagian Personalia suatu organisasi hendaknya membantu dalam menciptakan instrumen yang mengarahkan kepada adanya kultur organisasi dan lingkungan kerja yang mendukung . Unit pengelola Sumber Daya Manusia yang profesional bertanggungjawab terhadap implementasi program, berinisiatif dan konsisten dengan strategi manajemen.
Berikut ini hal-hal yang dapat membantu terwujudnya lingkungan kerja yang positif dalam mengurangi resiko kecurangan yaitu :
a. Memperkenalkan reward system yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dan hasil
b. Memiliki kesempatan yang sama bagi seluruh karyawan
c. Adanya tim orientik , kerjasama dalam mengambil suatu keputusan
d. Program kompensasi administarasi yang profesional
e. Program pelatihan yang profesional dan proritas dalam pembinaan karir.
Pemberdayaan karyawan dalam mengembangkan lingkungan kerja yang positif sangat membantu dalam membentuk suatu etika dan aturan perilaku internal organisasi yang anti kecurangan. Mereka dapat memberikan pandangan-pandangan dalam pengembangan dan memperbarui etika dan aturan perilaku ( code of conduct ) yang berlaku dalam suatu organisasi, Karyawan juga memperlihatkan kontribusinya yang signifikan dalam berprilaku yang sesuai dengan code of conduct tersebut.
Karyawan juga dapat memberikan masukan kepada pimpinan sebelum mengambil keputusan penting atau yang berhubungan dengan masalah hukum dan implementasinya terhadap pelaksanaan sanksi pelanggaran
etika dan aturan perilaku organisasi. Masukan juga bisa melalui saluran informasi resmi atau kotak saran serta surat pengaduan tanpa nama terutama telah terjadinya suatu kecurangan yang dilakukan oleh karyawan. Banyak organisasi menggunakan hotline atau menggunakan petugas untuk mencegah terjadinya kecurangan, internal auditor dan bentuk lainnya yang memungkinkan manajemen dapat mengetahui terjadinya tindakan kecurangan secara dini. Untuk menjamin efektifitas hasil kerja suatu internal investigasi maka Internal investigasi harus siap dan memiliki akses yang jelas ke pimpinan.
Membangun/membuat pernyataan nilai dan etika perilaku mesti yang pantas dan dapat dilaksanakan, disusun dari prinsip-prinsip yang dapat diterima tidak hanya kata-kata mengenai hukum/peraturan, tetapi juga diikuti dengan penjiwaan atas maksudnya. Seharusnya aturan perilaku bukan hanya aturan yang keras, bukan dibuat seperti peraturan yang kaku yang mana tidak dapat untuk menjawab atau diterapkan pada semua unit dalam organisasi namun perlu dilakukan observasi mengenai prinsip-prinsip yang dipakai agar dapat dipahami bukan sekedar peraturan, namun memiliki jiwa yang mencerminkan sifat-sifat profesionalitas, kejujuran, integritas, dan loyalitas yang tinggi dalam membentuk organisasi yang bermoral.
Disamping itu organisasi yang suatu unit kerja yang memiliki otoritas harus berniat membantu dengan sikap mental/ pendirian yang kokoh dan konsekuen serta meiliki kemampuan untuk menghilangkan timbulnya perilaku curang , melalui proses penegakan kedisiplinan dan adanya kepatuhan dari para manajer dan staf, Proses harus transparan dan dapat dinilai dengan aturan perlaku yang ada , bebas dari pengaruh 7 pertentangan kepentingan ( conflict of interest).
Kemudian oragnisasi harus mempublikasikan hasil kegiatan dan menunjukan perubahan-perubahan yang dilakukan dan mau untuk memperbaiki apa ada kesalahan.
Selain itu manajer harus bertanggungjawab atas budaya etika dan perilaku pegawainya. Manajer harus bisa merasakan sakit maupun enaknya tanggungjawab. Mereka harus menjadi contoh untuk berprilaku dan menjalani hukuman atas perilaku yang menyimpang.. Demikian juga ketika pegawai diketahui melakukan perbuatan yang tidak sesuai etika atau terlibat perbuatan curang, investigator harus juga mengetahui peran yang dilakukan manajer. Bisa saja terjadi manajer yang jelek akan menyebabkan pegawai melakukan perbuatan yang menyimpang dari etika dan aturan perilaku.
3. Perekrutan dan Promosi Pegawai
Setiap pegawai memiliki masing-masing seperangkat nilai-nilai kejujuran, integritas dan kode etik personal. Ketika suatu organisasi atau entitas berhasil dalam pencegahan kecurangan, dipastikan organisasi tersebut sudah memiliki kebijakan2 yang efektif yang dapat meminimalkan kemungkinan adanya merekrut atau mempromosikan pegawai yang memiliki tingkat kejujuran yang rendah , terutama untuk posisi yang memerlukan tingkat kepercayaaan. Prosedur rekrut dan promosi yang dapat meminimalkan atau mengurangi terjadi perbutan curang dikemudian hari antara meliputi :
a. Melakukan Investigasi latar belakang dari invindu/ pegawai yang dipertimbangkan untuk dipekerjakan atau dipromosikan untuk posisi yang memerlukan tingkat kepercayaaan tertentu.
b. Melakukan cek atas pendidikan , pengalaman kerja dan referensi pribadi dari calon pegawai.
c. Melakukan pelatihan secara periodik bagi seluruh pegawai tentang nilai-nilai organisasi atau entitas dan standar-standar pelaksanaan ( code of conduct ).
d. Sejalan dengan Review Kinerja Rutin, penilaian bagi setiap indivindu telah memberikan kontribusi untuk menciptakan lingkungan kerja yang tepat sesuai/ sejalan dengan nilai-niali entitas dan standar pelaksanaannya.
e. Penilaian yang objektif dan terus menerus atas ketaatan terhadap nilai- nilai-niali entitas dan standar pelaksanaan, dengan pengungkapan penyimpangan-penyimpangan sesegera mungkin.
4. Pelatihan Yang Berkesinambungan
Pegawai baru sebaiknya diberi pelatihan tentang nilai-nilai organisasi atau entitas dan standar-standar pelaksanaan pada saat perekrutan. Pelatihan ini sebaiknya secara ekplisit dapat mengadopsi harapan-harapan dari seluruh pegawai menyangku :
a. Kewajiban-kewajiban mengkomunikasikan masalah-masalah tertentu yang dijumpai.
b. Membuat Daftar jenis-jenis masalah, termasuk kecurangan yang terjadi atau yang dicurigai untuk dikomunikasikan secara jelas dan spesifik ; dan
c. Informasi bagaimana mengkomunikasikan masalah2 tersebut. Dan juga sebaiknya ada kepastian dari Manajemen Senior mengenai harapan-harapan pegawai dan tanggung jawab2 komunikasi tersebut. Pelatihan semacam itu sebaiknya meliputi suatu elemen “ Sadar akan adanya Kecurangan ( “ fraud awareness”), yang positif tapi tidak ditekankan pada bahwa kecurangan dapat menjadi mahal bagi entitas dan para pegawainya.
Komitmen untuk pendidikan yang berkelanjutan dan kesadaran bagi pegawai atas permasalahan yang berkaitan dengan etika dan anti korupsi. Program pendidikan harus disusun untuk kepentingan organisasi dan relevan dengan keinginan pegawai. Sebagai tambahan dalam memberikan pelatihan pada saat perekrutan ,
para pegawai sebaiknya memperoleh pelatihan secara periodik sesudahnya.
Beberapa perusahaan dapat mempertimbangkan pelatihan berkelanjutan untuk posisi tertentu, seperti karayawan bagian pembelian atau pegawai yang terkait dengan tanggung jawab keuangan. Pelatihan sebaiknya dibuat spesifik bagi pegawai sesuai dengan dengan masing-masing tingkatan dalam organisasi, lokasi geografi, dan tanggung jawab-tanggungjawab penugasan. Sebagai contoh , pelatihan untuk manajer senior secara normal akan berbeda dari pegawai biasa, dan pelatihan untuk pegawai bagian pembelian akan berbeda dengan pegawai bagian penjualan , pegawai bagian internal audit dan lain sebagainya.
5. Menciptakan Saluran Komunikasi Yang Efektif
Manajemen membutuhkan informasi mengenai pelaksanaan dan pertanggungjawaban pekerjaan apakah sudah susuai dengan kode etik atau tidak dari masing-masing pegawai. Masing-masing pegawai harus dapat menginformasikan tentang pelaksanaan kode etik tersebut mulai dari pemegang posisi tertinggi sampai yang terendah. Permintaan komfirmasi tersebut minimal dilakukan setahun sekali, hal ini bukan hanya formalitas saja tetapi laporan tersebut betul-betul dapat digunakan sebagai pencegahan dan pendekteksian bila terjadinya perbuatan curang dalam organisasi. Laporan yang jujur dari karyawan sangat dibutuhkan dan bukan atas dasar sakit hati atau irihati pada seseorang.
Demikian juga laporan internal auditor harus ditindaklanjuti oleh manajemen sesuai dengan aturan kode etik yang sudah disepakati. Pegawai harus diberi kesempatan untuk melaporkan perbuatan tidak baik yang dilakukan pegawai, manajer atau kliennya. Sistem ini harus harus menjamin dan menjaga kerahasiaan pegawai agar tidak diketahui namanya dan kelangsungan pekerjannya. Sistem juga hendaknya dapat meningkatkan rasa percaya diri pegawai terhadap sistem yang ada dan mereka merasa terlindung dari penuntutan. Sistem yang terbaik mungkin bisa menggunakan saluran khusus untuk pengaduan dengan menggunakan answering mechine Tak kalah pula pentingnya adanya sistem pelaporan yang dapat digunakan oleh pegawai untuk mendapatkan nasehat masalah dilema etika yang dialaminya setiap saat.
6. Penegakan kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan suatu kunci penting keberasilan dalam menerapkan dan memelihara kode etik dalam suatu organisasi. Tindakan disiplin akan dapat mengurangi perbuatan curang yang dilakukan pegawai.
Hal-hal berikut ini dapat mengurangi tindakan kecurangan :
a. Investigasi terhadap suatu insiden dilakukan selalu dalam kerangka menegakan kode etik atau terhadap yang melanggar kode etik secara kosekuen.
b. Perlakuan atas suatu kasus harus proporsional dan konsisten.
c. Pengendalian yang relevan atas penugasan dan pengembangannya.
d. Komunikasi dan pelatihan harus sesuai dengan nilai-nilai organisasi, kebutuhan dan sesuai kode etik dan harapan.
Pandangan terhadap konsekuwensi kecurangan harus secara nyata disebarluaskan kepada seluruh pegawai. Pegawai harus disiplin dengan waktu dan sumber daya. Setiap perbuatan melanggar disiplin organisasi
akan dikenakan sanksi. Pegawai yang disiplin akan dapat meningkatkan kultur organisasi.
Daftar Kepustakaan
1. Statement on Auditing Standards No.99 “ Considerations of Fraud in
a Financial Statement Audit .
2. Manual Investigation, Association of Certified Fraud Examiners
2000