Selasa, 30 November 2010

Hidup Dimulai Dari Harapan

Sejak kecil saya terbiasa diberikan nasehat dan bimbingan dari sekeliling keluarga, terutama ayah dan ibu. Saya diberikan pemahaman bagaimana cara untuk membahagiakan keluarga dan kedua orang tua. Pemahaman itu terdiri dari prinsip, yaitu memahami etika kehidupan dan memahami etika kesuksesan. Kedua prinsip ini begitu penting, sehingga kedua orang tua pun menanamkan prinsi- prinsip seperti itu di dalam diri saya.

Ternyata, disaat saya sudah mulai berfikir dewasa, saya tahu dan saya memahami apa yang telah ditanamkan oleh kedua orang tua saya. Saya mengerti, mengapa kedua orang tua saya memberikan prinsip pemahaman etika kehidupan dan etika kesuksesan. Ternyata kedua orang tua saya memberikan prinsip itu, karena mereka berharap saya mengerti apa itu hidup dan hidup untuk sukses, ini semua tidak sia-sia mereka tanamkan prinsip itu kepada diri saya, yang menjadikan diri saya mempunyai keinginan dan harapan untuk masa depan.

Hidup adalah sebuah perjuangan yang memerlukan waktu dan ketekunan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sebenarnya, etika kehidupan dan etika hidup sukses, iyalah salah satu kunci untuk mencapai sesuatu yang diharapkan, baik itu harapan untuk masa depan saya dan harapan tuk membahagiakan kedua orang tua. Harapan ini timbul dikarenakan faktor pemikiran saya yang sudah bertambah dewasa, dan pemikiran saya yang tak ingin mengecewakan kedua orang tua.

Sebagaimana harapan kedua orang tua yang menginginkan anak-anaknya menjadi orang yang sukses dan memiliki masa depan yang cerah. Dimana harapan saya itu adalah ingin menjadi seorang anak yang berbakti dan bersikap tidak mengecewakan kedua orang tua. Saya berharap, harapan saya ini tidak hanya menjadi sebuah harapan tanpa suatu bukti yang nyata dimana saya ingin menjadi orang yang sukses, membahagiakan keluarga,  dan menjadi teladan bagi adik-adik saya.

" 1 Tahun 3 Bulan "

1 tahun 3 bulan

Senin, 29 November 2010

Konsep Ilmu Budaya Dasar

          Secara umum pengertian kebudayaan adalah merupakan jalan atau arah didalam bertindak dan berfikir untuk memenuhi kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani.
          Secara sederhana IBD adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang diekembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Istilah IBD dikembangkan petama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humnus yang astinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari th humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri.
a. Tujuan Ilmu Budaya Dasar
           Penyajian mata kuliah ilmu budaya dasar tidak lain merupakan usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan demikian mata kuliah ini tidak dimaksudkan untuk mendidik ahli-ahli dalam salah satu bidang keahlian yang termasuk didalam pengetahuan budaya (the humanities) akan tetapi IBD semata-mata sebagai salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nlai budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam sekitarnya, maupun yang menyangkut dirinya sendiri. Untuk bisa menjangkau tujuan tersebut IBD diharapkan dapat :
1.Mengusahakan kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama untuk kepentingan profesi mereka
2.Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperluas pandangan mereka tentang masalah kemansiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis mereka terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut.
3.Mengusahakan agar mahasiswa, sebagai calon pemimpin bagnsa dan Negara serta ahli dalam bidang disiplin masing-masing tidak jatuh ke dalam sifat-sifat kedaerahan dan pengkotakan disiplin yang ketat
4.menguasahakan wahana komunikasi para akademisi agar mereka lebih mampu berdialog satu sama lain. Dengan memiliki satu bekal yang sama, para akademisi diharapkan akan lebih lancer dalam berkomunikasi.
b. Ilmu Pengetahuan dibagi Dalam 3 kelompok besar
            Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya dasar termasuk kelompok pengetahuan budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr.Harsya Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu :
1.Ilmu-ilmu Alamiah ( natural scince ). Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100 5 benar dan 100 5 salah
2.Ilmu-ilmu sosial ( social scince ) . ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100 5 benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia initidak dapat berubah dari saat ke saat.
3.Pengetahuan budaya ( the humanities ) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
           Pengetahuan budaya (the humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang mencakup keahlian (disilpin) seni dan filsafat. Keahlian inipun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai hiding keahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni musik,dll. Sedangkan ilmu budaya dasar (Basic Humanities) adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan perkataan lain IBD menggunakan pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran serta kepekaan mahasiswa dalam mengkaji masalah masalah manusia dan kebudayaan.
Ilmu budaya daar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Ingngris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahas inggris disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan budaya.

Sumber :
http://massofa.wordpress.com
http://wikipedia.com
http://indobudaya.blogspot.com

Arti Tanggung Jawab Dari Seorang Manusia

          Kehidupan manusia tidak lepas dari tanggung jawab, terlebih lagi bagi orang dewasa. Semakin banyak peran yang dimainkan seseorang, semakin berderet pula daftar tanggung jawab yang harus dipenuhinya. Banyak pria yang harus berperan sekaligus sebagai ayah, suami, direktur, majelis dan konsultan sekaligus. Tidak kurang pula wanita berperan sebagai ibu di rumah, namun sekaligus pula istri, manajer, dan pembina salah satu komisi di gereja.
          Bagaimanakah pandangan Alkitab soal tanggung jawab itu? sejak penciptaan Allah telah memberikan tanggung jawab kepada manusia untuk menguasai dan mengolah alam dan binatang-binatang yang ada. Manusia pertama, Adam, bukan saja ditempatkan di taman Eden yang indah untuk menikmati saja, tapi Allah juga memberi tugas dan tanggung jawab untuk mengerjakan tanah dan memelihara taman Eden (Kej 2:15) dan juga menamai binatang-binatang yang ada di taman Eden (Kej 2:19,20). Jadi, manusia diciptakan dengan kodrat dasar untuk bertanggung jawab. Manusia yang bertanggung jawab, itulah yang dikehendaki Allah.
Namun, kasus pertama manusia yang tidak bertanggung jawab juga adalah Adam, yakni saat ia sudah melanggar perintah Allah dan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat.
          Saat Allah bertanya, atau dengan kata lain meminta pertanggungjawabannya atas pelanggaran yang dilakukan, ia tidak berani mengakui kesalahannya, malahan mencari "kambing hitam" dengan cara menyalahkan istrinya yang seharusnya dilindunginya. Sejak itulah dosa "tidak bertanggung jawab" terjadi secara turun-temurun hingga masa kita.
          Melalui pengamatan saya, telah terjadi krisis tanggung jawab di zaman ini. di sekolah misalnya, murid yang tidak belajar sewaktu ulangan tetap tenang saja mengambil jalan pintas dengan menyontek. Remaja putri yang mengalami "kecelakaan" dihamili oleh pacarnya mengalami derita berganda karena ditinggal pasangannya. Suami yang tidak bekerja "memeras" istrinya yang harus membanting tulang di rumah untuk mengurus rumah tangga sekaligus bekerja di luar rumah untuk menghidupi seluruh keluarga. Ibu-ibu menyerahkan tanggung jawabnya merawat anak pada pembantu atau baby sitter, sedangkan sang ibu sibuk bershopping ria dari mall ke mall. Dalam dunia kerja, kita bahkan dapati karyawan yang tidak bertanggung jawab dalam tugas, baik dalam hal absensi kehadiran maupun jam kerja. Di tingkat pejabat sekalipun, kita dapati realita yang tidak jauh berbeda. Demikianlah sebagian realita kehidupan yang diwarnai oleh krisis tanggung jawab.
          Dari mana munculnya Rasa Tanggung Jawab? Tidak secara otomatis setiap anak tumbuh dan langsung memiliki rasa tanggung jawab. Rasa tanggung jawab harus dipupuk dan dibina semasa pertumbuhan. Boleh dikatakan bahwa setiap masa kehidupan memiliki tigas perkembangan tersendiri. Jika tugas tersebut tidak terselesaikan, maka tugas perkembangan tahap selanjutnya akan terhambat. Untuk itu, keluarga memiliki peran penting untuk menumbuhkan rasa bertanggung jawab kepada anak sejak dini sesuai tahap perkembangannya dan kemampuannya.
          Contoh tugas perkembangan masa remaja adalah menemukan identitas dirinya agar memiliki rasa percaya diri yang baik. Jika tahap ini belum diselesaikan dengan baik, mungkin ia akan mengalami hambatan dalam mengembangkan diri, dalam karir maupun membentuk keluarga, sebagaimana menjadi tugas perkembangan masa dewasa awal.
          Biasanya orang berkelakar dengan mengatakan "biar kamu yang tanggung, saya yang jawab." Orang yang bertanggung jawab biasanya adalah orang yang berani berbuat juga berani menanggung risikonya, walaupun terasa pahit dan tidak enak. Mereka sekaligus juga adalah orang-orang yang dapat dipercayai, jika diberi tugas dijamin pasti beres pada waktunya dengan hasil yang memadai.
          Seorang anak yang tinggal di rumah oleh orangtuanya pada waktu jam belajar, misalnya, akan tetap bisa belajar sendiri dan menyelesaikan tugasnya walaupun tanpa pengawasan langsung. Dalam masa perkebangan dependensinya (kebergantungan pada orang lain), seorang anak mulai dari tahap dependent (bergantung) sepenuhnya, karena bayi masih dalam keadaan tidak berdaya dan bergantung pada ibunya dalam segala hal. Namun dalam perkembangannya, seorang individu harus memasuki tahap independent (mandiri) terutama pada masa remaja sekalipun itu bukanlah tujuan akhir. Sebagai orang dewasa, individu harus memasuki tahap interdependensi (kesalingbergantungan). Pada masa dewasa, individu harus dapat menempatkan diri bilamana diperlukan dan melakukan sendiri pekerjaannya bila tuntutan hidup mengharuskannya demikian.
          Pada saat kemampuan motorik dan bicara seorang anak sudah mulai berkembang (pada masa seputar 1-3 tahun) dimana ia sudah mulai mampu menguasai motoriknya dan memiliki kemampuan-kemampuan lebih banyak, ia sudah mampu berjalan, berlari, memegang dan melempar barang-barang. Maka orangtua perlu lebih memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan sesuatu yang dapat ia lakukan sendiri. Dalam teorinya, Erikson menyatakan bahwa krisis perkembangan ego yang terjadi pada masa ini adalah antara kebebasan di satu pihak dan malu atau ragu-ragu di pihak lain. Maksudnya, jika seorang anak dapat menguasai tubuhnya dan melakukan apa yang dikehendakinya maka akan tumbuh perasaan bebas. Sebaliknya, bila dalam masa ini, orang lain masih harus melakukan segala sesuatu baginya, maka akan tumbuh perasaan malu dan ragu-ragu akan kemampuan dirinya. Dalam kesempatan inilah peran orangtua sangat penting untuk mengarahkan perasaan anak sekaligus melatih anak memikul tanggung jawab sesuai kapasitasnya agar anak menjadi lebih bebas mencoba dan bereksperimen dan juga menjadi lebih mandiri. Jika anak tidak dilatih memikul tanggung jawab, maka ia akan menjadi pribadi yang tergantung pada orang lain, sering ragu-ragu pada dirinya sendiri, pemalu dan tidak mandiri.
          Selanjutnya, anak-anak usia 3-5 tahun berada dalam masa pengembangan inisiatifnya. Tugas-tugas penting yang harus dipelajari anak menuju pada perkembangan inisiatif meliputi (1) menemukan kemampuan-kemampuan pribadi, (2) belajar melakukan kegiatan rutin dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pribadi, dan (3) belajar membedakan berbagai peran sosial dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Pada masa ini, anak memiliki banyak keinginan dan mulai memiliki banyak kemampuan yang mendukung untuk merealisasikan keinginannya. Anak berkeinginan menyalurkan semua inisiatif yang telah dirancangnya, untuk itu dibutuhkan kepercayaan dan kebebasan yang diberikan orang dewasa di sekitarnya. Jika anak dihambat untuk menyalurkan inisiatifnya, akan timbul rasa bersalah dalam diri anak.
Dalam proses mendidi anak agar bertanggung jawab dibutuhkan beberapa faktor yang penting.
  1. Pertama, rasa percaya diri.
    Rasa percaya diri ini terbentuk saat seseorang anak mengenali kemampuannya, mendapat kesempatan dan kepercayaan untuk melakukan apa yang mampu ia kerjakan sendiri, dan memperoleh penghargaan dari orang lain atas apa yang sudah ia kerjakan. Misalnya seorang anak yang sudah mampu untuk mengendarai sepeda roda tiganya perlu diberi kesempatan untuk terus mencoba dan belajar sambil tetap diawasi. Berilah dia pujian atas keberhasilannya dan doronglah dia agar tetap berusaha mencoba. Semakin anak mendapati dirinya mampu, semakin berkembang pula kepercayaan dirinya.
  2. Kedua, disiplin.
    Tanggung jawab juga berhubungan erat dengan disiplin. Hal yang penting dalam disiplin adalah peraturan, konsistensi, dan imbalan/hukuman. Peraturan perlu untuk memberikan batasan atau standar yang jelas tentang perilaku yang diharapkan dan yang perlu dihindari. Konsistensi dalam penerapan disiplin perlu agar tidak membingungkan anak. Untuk itu antara ayah dan ibu diperlukan adanya kesepakatan yang jelas tentang hal-hal yang boleh dan tidak. Selain itu konsistensi juga dituntut atas apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Apa yang orang tua katakan harus benar-benar diterapkan. Faktor imbalan-hukuman akan sangat efektif mendukung proses pendisiplinan anak, karena perilaku yang mendatangkan imbalan akan cenderung diulangi lagi dan perilaku yang mendatangkan hukuman akan dihindari.
Ada beberapa hal yang menghambat terbentuknya karakter bertanggung jawab dari seorang anak:
  1. Pertama, orang tua yang mengambil alih tanggung jawab anak.
    Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya selalu merasa senang dan berhasil. Oleh karena itu, orang tua cenderung menggantikan posisi anak jika ia melihat anaknya mulai tidak senang atau mengalami kesulitan. Contoh paling jelas adalah jika anak kesulitan buat PR maka orang tuanya tidak akan keberatan untuk menyelesaikan bagi anaknya, ataupun jika ada ulangan maka orang tuanya yang panik sampai-sampai tidak bisa tidur. Atau jika kita memberi tugas kepada anak untuk membereskan tempat tidurnya, tapi ia tidak melakukannya juga setelah beberapa kali diingatkan, sering kita akan belajar bahwa selalu ada orang lain yang menggantikan dirinya atau melakukan tugasnya.
  2. Kedua, orang tua yang menilai segala sesuatu ditinjau dari hasil yang sempurna.
    Anak-anak tetap berbeda dengan kita, demikian pula kualitas kerja mereka. Jadi jangan menuntut hasil usaha mereka harus sama dengan kita. jangan kecewa atau pun memarahi anak jika hasil kerjanya tidak sesuai dengan harapan kita agar tidak timbul rasa bersala dan keengganan untuk mencoba lagi. Biasanya hal ini banyak terjadi pada orang tua yang perfeksionis, yang menuntut segala sesuatu diselesaikan dengan sempurna baik pada dirinya sendiri maupun pada diri orang lain.
  3. Ketiga, orang tua yang menilai dari sefi efesiensi dan efektivitas.
    Memang jika semua dikerjakan oleh orang tua sendiri, maka semuanya akan beres lebih cepat dan hasilnya lebih baik. Namun jika ingin mulai mendidik anak untuk mandiri dan bertanggung jawab, maka prinsip efisiensi dan efektif tidak bisa diterapkan. Yang lebih dibutuhkan adalah kesabaran dan pengertian. Orang tua perlu memahami dan lebih sabar mengikuti langkah anak sesuai kemampuannya. Maksudnya jika ia berbuat kesalahan atau banyak kekurangan, itu adalah hal yang wajar. Demikian juga bila anak membutuhkan waktu lebih banyak untuk melakukan tanggung jawabnya dibandingkan dengan kita.
  4. Keempat, orang tua yang sangat mengasihi anaknya sehingga cenderung over-protective.
    Orang tua sudah pasti sangat mengasihi anaknya dan berusaha melindungi mereka terhadap ancaman dari luar. Ini sangat baik dan wajar, namun jangan sampai berlebihan. Bukankah kita hidup dalam dunia yang penuh tekanan dan hal ini tidak dapat dihindari. Selain itu, kita semua adalah orang berdosa yang bisa berbuat salah. Terkadang ada orang tua yang beranggapan bahwa anak mereka selalu benar dan anak orang lain yang salah, dan dunia dilihat sebagai ancaman bagi anak. Hal ini membuat oran tua menempatkan dirinya sebagai pembela anaknya tanpa mempertimbangkan siapa yang benar dan salah. Jika anak lain bertengkar dengan anaknya, maka anak laki itu yang akan dimarahi. Ataupun jika anaknya dihukum guru, maka orang tua akan menghadap guru dan mengusahakan berbagai cara agar anaknya tidak dihukum. Selain itu, anak tidak diizinkan pergi sendiri tanpa pengawasannya. Kalau anaknya mau pergi, selalu harus dengan orang tua, atau pembantu. Anak seperti ini akan terbiasa menyalahkan lingkungan atau mencari kambing hitam sehingga kurang bertanggung jawab.
Saran-saran praktis untuk mengembangkan tanggung jawab anak adalah sebagai berikut:
  1. Pertama, berilah kesempatan kepada anak untuk melakukan sendiri apa yang ingin ia lakukan selama itu tudak membahayakan dirinya, sambil tetap diberikan pengarahan, pemantauan dan pendampingan.
    Misalnya seorang yang mau makan sendiri, biarkan ia melakukannya walaupun hasilnya nasih akan berceceran di meja dan memenuhi mukanya. Tugas-tugas rutin lainnya seperti mandi, berpakaian, gosok gigi, mengembalikan mainan di tempatnya, hendaknya dipelajari sejak dini. Pada mulanya kita perlu mendampingi, dalam arti kehadiran kita akan sangat berarti bagi mereka.
  2. Kedua, berilah penghargaan berupa pujian dan dorongan atas apa yang sudah diusahakannya.
    Jangan terfokus pada kekurangannya, tetapi pada usaha dan apa yang sudah dikerjakannya. Apabila mereka gagal, kita dapat juga menceritakan pengalaman kita dulu waktu seusia dengan mereka. Kata-kata dorongan dan penghargaan dari orang tua sangat bermakna bagi perkembangan kepercayaan diri anak.
  3. Ketiga, berilah tugas yang sesuai dengan kemampuan anak.
    Jangan menuntut anak melakukan sesuatu melampaui kemampuannya. Sebagai orang tua kita masih memiliki bagian dari tanggung jawab untuk membimbing anak. Misalnya anak punya tanggung jawab untuk belajar agar bisa naik kelas. Ini tidak sepenuhnya tanggung jawab anak. Sebagai orang tua kita memiliki bagian tanggung jawab memantau, mengingatkan, membantu jika anak mengalami kesulitan. Hal ini penting saat kita memarahi anak, di mana kita juga perlu mengoreksi diri kita sehingga tidak melimpahkan kesalahan seluruhnya kepada anak.
  4. Keempat, libatkan anak dalam tugas-tugas yang menyangkut kepentingannya maupun keluarga.
    Misalnya, jika anak diminta membawa saputangan, mintalah anak mengambilnya di lemari pakaian dan memasukkannya sendiri ke dalam tasnya. Jika pembantu pulang, anak yang sudah bisa membantu membersihkan rumah dapat dilibatkan. Atau anak yang dulunya biasa dibukakan sepatunya diajar untuk melepas sepatunya sendiri dan menaruh di tempatnya.
  5. Kelima, berilah ganjaran/imbalan yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan.
    Ini termasuk salah satu bentuk disiplin. Misalnya, seorang anak yang sudah diperingatkan untuk tidak menggambar di tembok tapi dia tetap melakukannya, maka anak diminta untuk membersihkan tembok tersebut walaupun mungkin tidak akan bersih sama sekali. Tapi setidaknya dia sudah merasakan akibat dari pelanggaran yang dilakukannya. Demikian juga jika anak ketinggalan agenda di rumah dan kita melihatnya, tidak perlu diantar ke sekolah. Mungkin anak kita akan dihukum karenanya, tapi mereka juga perlu merasakan bahwa jika mereka melakukan kesalahan maka mereka sendiri yang harus menanggung akibatnya. Hal penting lainnya yang perlu dilakukan adalah memberi pengertian kepada anak bahwa hukuman yang diberikan adalah akibat dari kesalahannya sendiri, bukan karena kejahatan dari pihak penghukum. Anak juga perlu memahami bahwa dengan menghukum bukan berarti orangtua tidak mengasihinya lagi.
          Sebagai orang tua, sebelum kita menjadikan anak kita orang yang bertanggung jawab, marilah kita jalankah terlebih dahulu tanggung jawab kita sebagai orangtua. Karena hanya orangtua yang bertanggung jawab yang dapat menghasilkan anak yang bertanggung jawab. Dengan demikian kita ikut berperan membangun generasi manusia Indonesia yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri, keluarga, orang lain, bangsanya, serta Tuhan penciptanya.

Sumber : Eunike
Kehidupan manusia tidak lepas dari tanggung jawab, terlebih lagi bagi orang dewasa. Semakin banyak peran yang dimainkan seseorang, semakin berderet pula daftar tanggung jawab yang harus dipenuhinya. Banyak pria yang harus berperan sekaligus sebagai ayah, suami, direktur, majelis dan konsultan sekaligus. Tidak kurang pula wanita berperan sebagai ibu di rumah, namun sekaligus pula istri, manajer, dan pembina salah satu komisi di gereja.
Bagaimanakah pandangan Alkitab soal tanggung jawab itu? sejak penciptaan Allah telah memberikan tanggung jawab kepada manusia untuk menguasai dan mengolah alam dan binatang-binatang yang ada. Manusia pertama, Adam, bukan saja ditempatkan di taman Eden yang indah untuk menikmati saja, tapi Allah juga memberi tugas dan tanggung jawab untuk mengerjakan tanah dan memelihara taman Eden (Kej 2:15) dan juga menamai binatang-binatang yang ada di taman Eden (Kej 2:19,20). Jadi, manusia diciptakan dengan kodrat dasar untuk bertanggung jawab. Manusia yang bertanggung jawab, itulah yang dikehendaki Allah.
Namun, kasus pertama manusia yang tidak bertanggung jawab juga adalah Adam, yakni saat ia sudah melanggar perintah Allah dan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat.
Saat Allah bertanya, atau dengan kata lain meminta pertanggungjawabannya atas pelanggaran yang dilakukan, ia tidak berani mengakui kesalahannya, malahan mencari "kambing hitam" dengan cara menyalahkan istrinya yang seharusnya dilindunginya. Sejak itulah dosa "tidak bertanggung jawab" terjadi secara turun-temurun hingga masa kita.
Melalui pengamatan saya, telah terjadi krisis tanggung jawab di zaman ini. di sekolah misalnya, murid yang tidak belajar sewaktu ulangan tetap tenang saja mengambil jalan pintas dengan menyontek. Remaja putri yang mengalami "kecelakaan" dihamili oleh pacarnya mengalami derita berganda karena ditinggal pasangannya. Suami yang tidak bekerja "memeras" istrinya yang harus membanting tulang di rumah untuk mengurus rumah tangga sekaligus bekerja di luar rumah untuk menghidupi seluruh keluarga. Ibu-ibu menyerahkan tanggung jawabnya merawat anak pada pembantu atau baby sitter, sedangkan sang ibu sibuk bershopping ria dari mall ke mall. Dalam dunia kerja, kita bahkan dapati karyawan yang tidak bertanggung jawab dalam tugas, baik dalam hal absensi kehadiran maupun jam kerja. Di tingkat pejabat sekalipun, kita dapati realita yang tidak jauh berbeda. Demikianlah sebagian realita kehidupan yang diwarnai oleh krisis tanggung jawab.
Dari mana munculnya Rasa Tanggung Jawab? Tidak secara otomatis setiap anak tumbuh dan langsung memiliki rasa tanggung jawab. Rasa tanggung jawab harus dipupuk dan dibina semasa pertumbuhan. Boleh dikatakan bahwa setiap masa kehidupan memiliki tigas perkembangan tersendiri. Jika tugas tersebut tidak terselesaikan, maka tugas perkembangan tahap selanjutnya akan terhambat. Untuk itu, keluarga memiliki peran penting untuk menumbuhkan rasa bertanggung jawab kepada anak sejak dini sesuai tahap perkembangannya dan kemampuannya.
Contoh tugas perkembangan masa remaja adalah menemukan identitas dirinya agar memiliki rasa percaya diri yang baik. Jika tahap ini belum diselesaikan dengan baik, mungkin ia akan mengalami hambatan dalam mengembangkan diri, dalam karir maupun membentuk keluarga, sebagaimana menjadi tugas perkembangan masa dewasa awal.
Biasanya orang berkelakar dengan mengatakan "biar kamu yang tanggung, saya yang jawab." Orang yang bertanggung jawab biasanya adalah orang yang berani berbuat juga berani menanggung risikonya, walaupun terasa pahit dan tidak enak. Mereka sekaligus juga adalah orang-orang yang dapat dipercayai, jika diberi tugas dijamin pasti beres pada waktunya dengan hasil yang memadai.
Seorang anak yang tinggal di rumah oleh orangtuanya pada waktu jam belajar, misalnya, akan tetap bisa belajar sendiri dan menyelesaikan tugasnya walaupun tanpa pengawasan langsung. Dalam masa perkebangan dependensinya (kebergantungan pada orang lain), seorang anak mulai dari tahap dependent (bergantung) sepenuhnya, karena bayi masih dalam keadaan tidak berdaya dan bergantung pada ibunya dalam segala hal. Namun dalam perkembangannya, seorang individu harus memasuki tahap independent (mandiri) terutama pada masa remaja sekalipun itu bukanlah tujuan akhir. Sebagai orang dewasa, individu harus memasuki tahap interdependensi (kesalingbergantungan). Pada masa dewasa, individu harus dapat menempatkan diri bilamana diperlukan dan melakukan sendiri pekerjaannya bila tuntutan hidup mengharuskannya demikian.
Pada saat kemampuan motorik dan bicara seorang anak sudah mulai berkembang (pada masa seputar 1-3 tahun) dimana ia sudah mulai mampu menguasai motoriknya dan memiliki kemampuan-kemampuan lebih banyak, ia sudah mampu berjalan, berlari, memegang dan melempar barang-barang. Maka orangtua perlu lebih memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan sesuatu yang dapat ia lakukan sendiri. Dalam teorinya, Erikson menyatakan bahwa krisis perkembangan ego yang terjadi pada masa ini adalah antara kebebasan di satu pihak dan malu atau ragu-ragu di pihak lain. Maksudnya, jika seorang anak dapat menguasai tubuhnya dan melakukan apa yang dikehendakinya maka akan tumbuh perasaan bebas. Sebaliknya, bila dalam masa ini, orang lain masih harus melakukan segala sesuatu baginya, maka akan tumbuh perasaan malu dan ragu-ragu akan kemampuan dirinya. Dalam kesempatan inilah peran orangtua sangat penting untuk mengarahkan perasaan anak sekaligus melatih anak memikul tanggung jawab sesuai kapasitasnya agar anak menjadi lebih bebas mencoba dan bereksperimen dan juga menjadi lebih mandiri. Jika anak tidak dilatih memikul tanggung jawab, maka ia akan menjadi pribadi yang tergantung pada orang lain, sering ragu-ragu pada dirinya sendiri, pemalu dan tidak mandiri.
Selanjutnya, anak-anak usia 3-5 tahun berada dalam masa pengembangan inisiatifnya. Tugas-tugas penting yang harus dipelajari anak menuju pada perkembangan inisiatif meliputi (1) menemukan kemampuan-kemampuan pribadi, (2) belajar melakukan kegiatan rutin dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pribadi, dan (3) belajar membedakan berbagai peran sosial dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Pada masa ini, anak memiliki banyak keinginan dan mulai memiliki banyak kemampuan yang mendukung untuk merealisasikan keinginannya. Anak berkeinginan menyalurkan semua inisiatif yang telah dirancangnya, untuk itu dibutuhkan kepercayaan dan kebebasan yang diberikan orang dewasa di sekitarnya. Jika anak dihambat untuk menyalurkan inisiatifnya, akan timbul rasa bersalah dalam diri anak.
Dalam proses mendidi anak agar bertanggung jawab dibutuhkan beberapa faktor yang penting.
  1. Pertama, rasa percaya diri.
    Rasa percaya diri ini terbentuk saat seseorang anak mengenali kemampuannya, mendapat kesempatan dan kepercayaan untuk melakukan apa yang mampu ia kerjakan sendiri, dan memperoleh penghargaan dari orang lain atas apa yang sudah ia kerjakan. Misalnya seorang anak yang sudah mampu untuk mengendarai sepeda roda tiganya perlu diberi kesempatan untuk terus mencoba dan belajar sambil tetap diawasi. Berilah dia pujian atas keberhasilannya dan doronglah dia agar tetap berusaha mencoba. Semakin anak mendapati dirinya mampu, semakin berkembang pula kepercayaan dirinya.
  2. Kedua, disiplin.
    Tanggung jawab juga berhubungan erat dengan disiplin. Hal yang penting dalam disiplin adalah peraturan, konsistensi, dan imbalan/hukuman. Peraturan perlu untuk memberikan batasan atau standar yang jelas tentang perilaku yang diharapkan dan yang perlu dihindari. Konsistensi dalam penerapan disiplin perlu agar tidak membingungkan anak. Untuk itu antara ayah dan ibu diperlukan adanya kesepakatan yang jelas tentang hal-hal yang boleh dan tidak. Selain itu konsistensi juga dituntut atas apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Apa yang orang tua katakan harus benar-benar diterapkan. Faktor imbalan-hukuman akan sangat efektif mendukung proses pendisiplinan anak, karena perilaku yang mendatangkan imbalan akan cenderung diulangi lagi dan perilaku yang mendatangkan hukuman akan dihindari.
Ada beberapa hal yang menghambat terbentuknya karakter bertanggung jawab dari seorang anak:
  1. Pertama, orang tua yang mengambil alih tanggung jawab anak.
    Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya selalu merasa senang dan berhasil. Oleh karena itu, orang tua cenderung menggantikan posisi anak jika ia melihat anaknya mulai tidak senang atau mengalami kesulitan. Contoh paling jelas adalah jika anak kesulitan buat PR maka orang tuanya tidak akan keberatan untuk menyelesaikan bagi anaknya, ataupun jika ada ulangan maka orang tuanya yang panik sampai-sampai tidak bisa tidur. Atau jika kita memberi tugas kepada anak untuk membereskan tempat tidurnya, tapi ia tidak melakukannya juga setelah beberapa kali diingatkan, sering kita akan belajar bahwa selalu ada orang lain yang menggantikan dirinya atau melakukan tugasnya.
  2. Kedua, orang tua yang menilai segala sesuatu ditinjau dari hasil yang sempurna.
    Anak-anak tetap berbeda dengan kita, demikian pula kualitas kerja mereka. Jadi jangan menuntut hasil usaha mereka harus sama dengan kita. jangan kecewa atau pun memarahi anak jika hasil kerjanya tidak sesuai dengan harapan kita agar tidak timbul rasa bersala dan keengganan untuk mencoba lagi. Biasanya hal ini banyak terjadi pada orang tua yang perfeksionis, yang menuntut segala sesuatu diselesaikan dengan sempurna baik pada dirinya sendiri maupun pada diri orang lain.
  3. Ketiga, orang tua yang menilai dari sefi efesiensi dan efektivitas.
    Memang jika semua dikerjakan oleh orang tua sendiri, maka semuanya akan beres lebih cepat dan hasilnya lebih baik. Namun jika ingin mulai mendidik anak untuk mandiri dan bertanggung jawab, maka prinsip efisiensi dan efektif tidak bisa diterapkan. Yang lebih dibutuhkan adalah kesabaran dan pengertian. Orang tua perlu memahami dan lebih sabar mengikuti langkah anak sesuai kemampuannya. Maksudnya jika ia berbuat kesalahan atau banyak kekurangan, itu adalah hal yang wajar. Demikian juga bila anak membutuhkan waktu lebih banyak untuk melakukan tanggung jawabnya dibandingkan dengan kita.
  4. Keempat, orang tua yang sangat mengasihi anaknya sehingga cenderung over-protective.
    Orang tua sudah pasti sangat mengasihi anaknya dan berusaha melindungi mereka terhadap ancaman dari luar. Ini sangat baik dan wajar, namun jangan sampai berlebihan. Bukankah kita hidup dalam dunia yang penuh tekanan dan hal ini tidak dapat dihindari. Selain itu, kita semua adalah orang berdosa yang bisa berbuat salah. Terkadang ada orang tua yang beranggapan bahwa anak mereka selalu benar dan anak orang lain yang salah, dan dunia dilihat sebagai ancaman bagi anak. Hal ini membuat oran tua menempatkan dirinya sebagai pembela anaknya tanpa mempertimbangkan siapa yang benar dan salah. Jika anak lain bertengkar dengan anaknya, maka anak laki itu yang akan dimarahi. Ataupun jika anaknya dihukum guru, maka orang tua akan menghadap guru dan mengusahakan berbagai cara agar anaknya tidak dihukum. Selain itu, anak tidak diizinkan pergi sendiri tanpa pengawasannya. Kalau anaknya mau pergi, selalu harus dengan orang tua, atau pembantu. Anak seperti ini akan terbiasa menyalahkan lingkungan atau mencari kambing hitam sehingga kurang bertanggung jawab.
Saran-saran praktis untuk mengembangkan tanggung jawab anak adalah sebagai berikut:
  1. Pertama, berilah kesempatan kepada anak untuk melakukan sendiri apa yang ingin ia lakukan selama itu tudak membahayakan dirinya, sambil tetap diberikan pengarahan, pemantauan dan pendampingan.
    Misalnya seorang yang mau makan sendiri, biarkan ia melakukannya walaupun hasilnya nasih akan berceceran di meja dan memenuhi mukanya. Tugas-tugas rutin lainnya seperti mandi, berpakaian, gosok gigi, mengembalikan mainan di tempatnya, hendaknya dipelajari sejak dini. Pada mulanya kita perlu mendampingi, dalam arti kehadiran kita akan sangat berarti bagi mereka.
  2. Kedua, berilah penghargaan berupa pujian dan dorongan atas apa yang sudah diusahakannya.
    Jangan terfokus pada kekurangannya, tetapi pada usaha dan apa yang sudah dikerjakannya. Apabila mereka gagal, kita dapat juga menceritakan pengalaman kita dulu waktu seusia dengan mereka. Kata-kata dorongan dan penghargaan dari orang tua sangat bermakna bagi perkembangan kepercayaan diri anak.
  3. Ketiga, berilah tugas yang sesuai dengan kemampuan anak.
    Jangan menuntut anak melakukan sesuatu melampaui kemampuannya. Sebagai orang tua kita masih memiliki bagian dari tanggung jawab untuk membimbing anak. Misalnya anak punya tanggung jawab untuk belajar agar bisa naik kelas. Ini tidak sepenuhnya tanggung jawab anak. Sebagai orang tua kita memiliki bagian tanggung jawab memantau, mengingatkan, membantu jika anak mengalami kesulitan. Hal ini penting saat kita memarahi anak, di mana kita juga perlu mengoreksi diri kita sehingga tidak melimpahkan kesalahan seluruhnya kepada anak.
  4. Keempat, libatkan anak dalam tugas-tugas yang menyangkut kepentingannya maupun keluarga.
    Misalnya, jika anak diminta membawa saputangan, mintalah anak mengambilnya di lemari pakaian dan memasukkannya sendiri ke dalam tasnya. Jika pembantu pulang, anak yang sudah bisa membantu membersihkan rumah dapat dilibatkan. Atau anak yang dulunya biasa dibukakan sepatunya diajar untuk melepas sepatunya sendiri dan menaruh di tempatnya.
  5. Kelima, berilah ganjaran/imbalan yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan.
    Ini termasuk salah satu bentuk disiplin. Misalnya, seorang anak yang sudah diperingatkan untuk tidak menggambar di tembok tapi dia tetap melakukannya, maka anak diminta untuk membersihkan tembok tersebut walaupun mungkin tidak akan bersih sama sekali. Tapi setidaknya dia sudah merasakan akibat dari pelanggaran yang dilakukannya. Demikian juga jika anak ketinggalan agenda di rumah dan kita melihatnya, tidak perlu diantar ke sekolah. Mungkin anak kita akan dihukum karenanya, tapi mereka juga perlu merasakan bahwa jika mereka melakukan kesalahan maka mereka sendiri yang harus menanggung akibatnya. Hal penting lainnya yang perlu dilakukan adalah memberi pengertian kepada anak bahwa hukuman yang diberikan adalah akibat dari kesalahannya sendiri, bukan karena kejahatan dari pihak penghukum. Anak juga perlu memahami bahwa dengan menghukum bukan berarti orangtua tidak mengasihinya lagi.
Sebagai orang tua, sebelum kita menjadikan anak kita orang yang bertanggung jawab, marilah kita jalankah terlebih dahulu tanggung jawab kita sebagai orangtua. Karena hanya orangtua yang bertanggung jawab yang dapat menghasilkan anak yang bertanggung jawab. Dengan demikian kita ikut berperan membangun generasi manusia Indonesia yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri, keluarga, orang lain, bangsanya, serta Tuhan penciptanya.

Jumat, 19 November 2010

Manusia dan tanggung jawab

Tanggung jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri manusia. Selaras dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal. Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik bila kepribadian orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah yang menyebabkan frekwensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda.
tanggung jawab pun yang paling pertama yaitu pada diri sendiri lalu pada keluarga dan yang terakhir tanggung jawab dalam bermayarakat.
menurut saya tanggung jawab itu lebih kepada seorang manusia yang memiliki keberanian atau tidak dalam hidupnya karena karena tanggu jawab itu adalah pilihan kita bisa saja lari dari tanggung jawab tersebut seperti seorang pengecut karena tanggung jawab sama seperti kita mengungkapkan sebuah kejujuran yang kadang tidak akan selalu berjalan lancar malah kadang akan membuat hidup kita jadi lebih sulit namun itu lah hidup tidak semuanya lancar ada saja cobaan .
contoh dari sebuah tanggung jawab seperti seorang anak laki-laki yang manghamili seorang wanita namun awalnya dia lari karena takut tapi setelah dia yankin maka akan muncul keberanian dalam dirinya untuk bertanggung jawab apakan itu adalah sebuah hal yang baik ?
menurut pendapat saya apa yang ia lakukan itu memang baik tapi lebih baik lagi bila dia tidak menghamili wanita tersebut karena kita masih bisa memilih hal-hal apa saja yang dapat kita lakukan dalam hidup kita walaupun iya bertanggung jawab terhadap wanita tersebut masih banyak lagi yang akan meminta pertanggung jawaban seperti tuhan , keluarga terutama orang tua nya.

Senin, 01 November 2010

Tindak lanjut PPSPPT 2010 dan pengembangan Mata Kuliah yang adaptif terhadap SoftSkill

Pada menu studentsite terdapat menu layanan seperti
• BAAK News pada menu ini kita dapat melihat info layanan yang terdiri dari jadwal perkuliahan dan ujian serta dosen yang akan mengajar kita)
• Jadwal ujian
• Jadwal kuliah
• info absensi
• tugas (ug portofolio)
• surat keterangan
• warta warga
• tulisan (ug portofolio)
• pendaftaran lomba blog
• dan masih banyak lagi
kelemahan pada studentsite adalah kita tidak dapat mendaftar ulang secara otomatis, kita harus melapor ulang jika studentsite kita bermasalah dan prosesnya lumayan lama dan susah.

kelebihan pada studentsite adalah kita bisa mendapat informasi lebih banyak lagi seperti tugas-tugas secara online tidak terpaku pada dosen serta dapat melihat indeks prestasi pada studentsite jadi tidak susah-susah pergi ke rektorat, kita bisa mengumpulkan tugas lewat studentsite 
 
http://v-class.gunadarma.ac.id
http://wartawarga.gunadarma.ac.id
http://ocw.gunadarma.ac.id 
dll

at mendaftar ulang secara otomatis, kita harus melapor ulang jika studentsite kita bermasalah dan prosesnya lum

Pada menu studentsite terdapat menu layanan seperti • BAAK News pada menu ini kita dapat melihat info layanan yang terdiri dari jadwal perkuliahan dan ujian serta dosen yang akan mengajar kita) • Jadwal ujian • Jadwal kuliah • info absensi • tugas (ug portofolio) • surat keterangan • warta warga • tulisan (ug portofolio) • pendaftaran lomba blog • dan masih banyak lagi kelemahan pada studentsite adalah kita tidak dap